Kamis, 02 Januari 2014

psikologi dakwah perspektif islam


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Psikologi Dakwah dan psikologi islam
Pengertian psikologi dakwah spikologi dakwah dapat didefinisikan sebagai ilmu pengtahuan yang bertugas mempelajari atau membahas tentang segala gejala hidup kejiwaan manusia yang terlibat dalam proses kegiatan dakwah sedangkan menurut Drs. H.M. Arifi, M.Ed.(1997.29) psikologi dakwah dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang bertugas mempelajari atau membahas tentang segala gejala hidup kejiwaan baik dai’ ataupun mad’u yang terlibat dalam proses kegiatan dakwah.[1]
Menurut Hanna Djumana bastaman psikologi islam adalah sebuah psikologi yang memiliki karakteristik dan identitas yang semuanya bermuara pada nilai-nilai islam. Selain itu psikologi islam menggunakan akal dan keimanan sekaligus, yakni menggunakan secara optimal daya nalar yang obyektif ilmiah dengan metodologi yang tepat.
Ada 3 pengertian
Yang pertama, psikologi islam merupakan salah satu dari kajian masalah-masalah keislaman. Ia memiliki keduduakan yang sama dengan disiplin ilmu keislaman yang lain sperti ekonomi islam, sosiologi islam dll. Artinya psikologi yang dibangun bercorak atau memiliki pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam islam. Sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi kontemporer pada umumnya.
Yang kedua, psikologi islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia dalam islam; al-Ruh, al-Nafs, al-Kalb, al-Aql, al-Damir, al-Habb, al-Fu’ad, al-sirr, al- fitrah, dsb.
Yang ketiga, islam bukan netral etnik, melainkan surat akan nilai etik. Dikatakan demikian sebab psikologi islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat. [2]
B.     Karakteristik Manusia Menurut Pandangan Psikologi Islam
a.       Fitrah
“ anak-anak terlahir dalam keadaan fitrah; orang tuanyalah yang menjadikan yahudi, majusi, atau nasrani.”(HR. BUKHARI)
Fitrah, menurut yasien Muhammad pemahaman fitrah dapat dibagi menjadi 4 yaitu
·         Pandangan fatalis 
Bahwa setiap individu,ketetapan Allah Azza wa jalla, baik atau jahat secara asal, baik ketetapan semacam secara semuanya atau sebagian sesuai dengan rencana tuhan.       
                        Dasar yang digunakan hadist Nabi. ‘Abdullah Ibnu Mas’ud berkata. Rasulullah SAW. Bersabda tentang firman Allah” dan ingatlah ketika mengeluarkan anak-anak adam dari sulbi mereka “bahwa Allah mengeluarkan Adam dari surga dan sebelum turun dari langit , Allah mengusap sulbi adam sebelah kanan dengan sekali usapan lalu mengeluarkanya anak keturunan yang berwarna putih seperti mutiara dan seperti dzur(keturunan). Allah berfirman kepada mereka, masuklah kedalam surga dengan nikmat-Ku” lalu Allah mengusap sulbi adam sebelah kiri dengan sekali usapan lalu mengeluarkan keturunannnya berwarna hitam dalam bentuk dzur. Allah berfirman “masuklah kedalam neraka maka Aku tidak peduli”  yang demikian lah tentang golongan kanan dan kiri. Kemudian Tuhan mengambil kesaksian atas mereka dengan berfirman “ bukankah Aku Tuhan kalian?’mereka menjawab; ‘betul, engkau tuhan kami, kami menjadi saksi.’
Syaikh Abdul Qodir jailani bahwa seorang pendosa akan masuk surge jika hal itu menjadi nasibnya yang telah ditentukan.
·         Pandangan netral
Tokohnya ibnu ‘Abd Al-Barr. Mendasarkan pandangannya pada firman Allah Azza Wa Jalla:
“dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak megetahui sesuatupun “(QS. An-Nahl, 78)
Pandangan ini bahwa anak terlahir dalam keadaan suci, suatu keadaan kosong sebagaimana adanya. Tanpa kesadaran iman atau kufur. Mereka terlahir keadaan utuh atau sempurna, tapi kosong suatu esensi yang baik atau yang jahat. Menurut pandangan netral manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh dan tidak berdosa. Dia akan memperolah pengetahuan tentang benar salah, kebaikan kebenaran, serta keburukan kejahatan dari lingkungan eksternal. Manusia berpotensi mennjadi baik (iman) bila orang tuanya memperkenalkan dan menanamkan ajaran-ajaran kebaikan dan kebenran kepada anak. Begitupun sebaliknya orang tua mengjarjan keburukan maka manusia berpotensi menjadi buruk (kufur).
·         Pandangan positif
menurut Ibnu taimiyyah bahwa semua anak terlahir dalam keadaan fitrah yaitu dalam keadaan kebajikan bawaan, dan lingkungan social itulah yang menyebabjkan individu menyimpang dari keadaan ini . sifat dasar manusia memiliki lebih dari sekedar pengetahuan tentang Allah yang ada secara inheren di dalamnya. Tetapi juga suatu cinta kepada-Nya dan keinginan untuk melaksanakan ajaran agama secara tulus. Yang mendasari pernyataanya ialah (QS. AR-Rum:30)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
·         Pandangan dualis
Tokoh utamanya sayyid Quthb dan ali shari’ati pandangan ini baru muncul pada abad ke-20. Menurut mereka penciptaan manusia membawa suatu sifat dasar yang bersifat ganda. Menurut Quthb, dua unsur pembentuk esensial dari stuktur manusia secara menyeluruh, yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan kebaikan dan kejahatan sebagai suatu kecenderungan yang setara pada manusia, yaitu kecenderungan untuk mengikuti tuhan dan kecenderungan tersesat. Menurut shari’ati berpandangan bahwa tanah symbol dari kehinaan digabungkan dengan ruh dari Allah.dengan demikian manusia adalah mahluk berdimensi ganda dengan sifat dasar ganda, suatu susunan dari dua kekuatan, bukan saja berbeda, tapi juga berlawanan. Yang satu cenderung turun kepada materi dan yang lain cenderung naik kepada Ruh Suci (ciptaan) allah Azza wa jalla. Dasar pandangan duallis adalah
 “ dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “ sesungguhnya aku menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka apabila aku telah menyerupakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (QS. Al-Hijr:28-29).
“dan kami telah menunjukan kepadanya dua jalan (Qs. Al-Balad: 10)[3]
b.      Nafs
Dalam islam kajian tentang nafs  sebagai factor spiritual merupakan bagian dari kajian hakikat manusia itu sendiri menurut achmad Mubarok, kata nafs dalam al-Quran mempunyai beberapa makna;
1.      Nafs sebagai diri atau seorang dalam firman Allah ali-imran ;61
2.      Nafs sebagai diri tuhan  dalam firman Allah al-An’am’ 54
3.      Nafs sebagai peson sesuatu dalam firman Allah al-Furqan;3
4.      Nafs sebagai ruh dalam firman Allah al-An’am;93
5.      Nafs sebagai jiwa, dalam firman Allah as-Syam; 7 dan al-Fajr; 27
6.      Nafs sebagai totalitas manusia, dalam firman Allah al-Maidah; 32
7.      Nafs sebagai sisi dalam manusia yang melahirkan tingkah laku dalam firman Allah ar-Rad ;11
Makna kata diatas dipersempit menjadi 3 kategori yaitu; 1. Nafs sebagai totalitas manusia mengisyaratkan bahwa manusia memiliki dua dimensi, dimensi jiwa dan dimensi raga. Dalam keduanya harus ada, jika jasad tanpa jiwa dengan fungsi-fungsinya dipandang tidak sempurna begitu pula sebaliknya. 2.  Nafs  sebagai sisi manusia tersirat dalam firman Allah ar-Ra’d ;10 dimana kesanggupan manusia untuk merahasiakan (al-sir) dan berterus terang ucapan (al -hijr) mengidikasikan adanya sisi dalam dan sisi luar manusia. Jika sisi luar manusia dapat dilihat dari perbuatan lahirnya, maka sisi dalam manusia dapa dilihat dari fungsinya sebagai penegak. Nafs sebagai wadah dari potensi-potensi juga berperan besar dalam menambah atau mengurang kualitas kemanusiaan seseorang. 3. Nafs sebagai penggerak tingkah laku, berfungsi sebagai penampung hal-hal yang baik dan yang buruk. Jika nafs di jaga dari dorongan-dorongan syahwat atau hawa nafsu, maka kulaitasnya akan meningkat sekaligus meningkatkan kualitas perbuatan jasmani, tetapi jika ia dikotori oleh perbuatan maksiat, maka nafs akan menurun kualitasnya juga menurunkan kualitas perbuatan jasmani.
Al- Quran membagi tingkatan nafs pada dua kelompok besar, yaitu Nafs martabat tinggi dimiliki oleh orang-orang ber takwa, yang takut kepada Allah berpegang teguh kepada petunjuk-Nya seta menjauhi larangan-Nya. sedangkan Nafs martabat rendah dimiliki oleh orang-orang yang menentang perintah Allah dan yang mengabaikan ketentuan-ketentuan-Nya, seta orang-orang yang tersesat yang cenderung berperilaku menyimpang dan melakukan kekejian serta kemungkaran.
Secara eksplisit, al-Quran menyebut adanya 3 jenis nafs, yaitu;
1.      Nafs muthmaininat, yaitu nafsu yang tenang, jauh dari segala keguncangan, selalu mendorong berbuat kebajikan.
2.      Nafs ammarat, yaitu nafsu yang selalu mendorong, berbuat kejahatan, tunduk pada syahwat dan panggilan setan.
3.      Nafs lawwamat, yaitu nafsu yang belum sempurna, selalu melawan kejahatan tapi melakukan kejahatan hingga disesalinya.
Ciri-ciri umum dari nafs kualitas rendah menurut al-Quran;
1.      Mudah melanggar apa-apa yang dilarang Allah
2.      Menuruti dorongan hawa nafsu
3.      Menjalankan maksiat
4.      Tidak memenuhi panggilan kebenaran.[4]
c.       Ruh
Ruh dalam perspektif islam adalah sisi non-visual dalam diri/ ghaib dalam diri manusiadengan ruh inilah manusia berkolerasi dengan alam ghaib sebagaimana dengan jasadnyaia berkolerasi dalam alam nyata
ruh yang selalu dibahas oleh para nabi dan rasul adalah salah satu urusan Allah. Tidak ada seorang pun yang dapat menentukan hakikatnya secara pasti semua penafsiran yang ada dalam jasad dan mengukuhkan hidupnya adalah usaha untuk menentukan definisinya dan mengasingkanya dalam sebagian fungsi dalam tubuh. Ibnu Qayyim dalam bukunya Ruh memaparkan bukti yang menekankan bahwa ruh bagian dari inti tersendiri dan terpisah dari badan. Al-Quran dan As-Sunnah mendefinisikan ruh adalah sesuatu yang ditiupkan kedalam jasad. Ruh bisa dipegang keberadaanya, diutus, dikeluarkan, dikembalikan, ditahan, dll. Firman Allah
            “ maka apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan tetap meniupkan ke dalam ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (QS.Al-Hijr;29)
            “alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat diwaktu orang-orang yang alim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tanganya,(sambil berkata), keluarkanlah nyawamu.” (Al-An’am;93)
Ruh pun adalah mahluk layaknya jasad. Inilah satu persamaan diantara keduanya. Sedangkan perbedaanya terletak pada bentuk dan keberadanya, dimana dari satu keduanya ada dialam ghaib dan lainya di alam nyata.[5]
d.      Qalbu
Merupakan materi organik yang memiliki system kognisi yang berdaya emosi. Ia berada di jantung.
            “ dan orang-orang yang beriman mendapat petunjuk dari Allah melalui hatinya” (QS. Tagabun; 11)
            Pengetahuan yang dapat dirasakan qalbu adalah realitas abstrak seperti kasih sayang, kebencian, bahagia, kesedihan, ide-ide, dsb. Qalbu memiliki kemampuan untuk memberikan jawaban ketika sesorang harus memutuskan sesuatu yangs sangat penting.
            mintalah fatwa kepada qalbumu” (HR. Acmad dan Al-Darimiri)
Penting untuk dicatat bahwa qalbu adalah komponen sentral manusia. Sedemikian pentingnya dan sentralnya peranan qalbubagi manusia, ia dianggap sebagai penentu baik buruknya manusia.
e.       Akal
Akal yang berpusat diotak adalah komponen yang ada dalam manusian yang memiliki kemampuan memperoleh pengetahuan secara nalar. Hal ini berbeda dengan qalbu yang memperoleh pengetahuan melalui daya cita rasa. Setelah memperoleh sesuatu akal menyimpan pengetahuan. Kemampuan memperoleh maupun menyipan ini berbeda-beda antara satu denga lainya.
Selain itu akal juga punya kemampuan untuk meggabungkan berbagai informasi menjadi informasi baru. Setelah melihat proses sperma (kepala, mesin, ekor) menuju mulut rahim, para ahli terinspirasi untuk membuat pesawat luar angkasa. Karena kemampuanya memperoleh, menyimpan dan mengolah pengetahuan maka Allah Azzala Wa Jalla memerintahkan manusia menggunakan akalnya. [6]
C.     Asal dan Hakikat Manusia
a.       Asal Manusia
Hal pertama yang diperhatikan dalan ajaran islam adalah menjelaskan pada manusia siapa dirinya. Untuk bisa mengenal dirinya dan mengenal dari mana berasal, maka islam berinteraksi dengan manusia melalui aqidah dan syariatnya. Dalam surah al-baqoroh kisah adam diterangkan setelah disebutkan tiga tipe manusia : mukmin (yang meyakini kebenaran ), kafir (yang mengingkari kebenaran ), munafik (yang mengingkarinya namun seolah ia meyakini). Allah berfirman , dalam al-baqoroh ayat 30
“ ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat ,’sesungguhnya aku hendak menjadikan khalifah dimuka bumi.’ Mereka berkata.” Mengapa engkau hendak menjadikan khalifah dimuka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau ?’ tuhan berfirman , ‘sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”(al- Baqoroh : 30)
Kisah adam bukan sekedar menceritakan asal usul sejarah manusia saja. Dari kisah adampun kita bisa mengetahui semua yang terjadi sebelum manusia disemua fase kehidupannya dimuka bumi. Ayat ini seolah mengilangkan akan keraguan apa yang akan sebenarnya terjadi sebelum manusia diciptakan, dan juga mengkonstuksi riwayat-riwayat yang dikisahkan oleh para ahli kitab sebelunya datang islam. Selain itu, ayat diatas juga bisa menjadi hokum penegak diantara semua teori asal-usul manusia yang berkembang luas di khayalak umum. Seperti penafsiran yang mereka buat para ahli kitab: yakni penafsiran Karl Jung. Dia menafsirkan kisah tersebut sebagai satu symbol sebagaimana yang dipahaminya dari buku-buku klsaik barat. Jung berpendapat bahwa Adam satu symbol manusia zaman dahulu (seperti layaknya bapak-penggambaran manusia yang sudah tua renta )… lalu munculah adam kedua yang mengangkat salib diatas kuburan adam pertama. Kemunculan adam kedua ini  adalah almasih, yakni suatu zat yang diutus untuk membebaskan kehidupan manusia. [7] 
D.    Hakikat Manusia
            Menurut konsep psikologi, manusia sebagai mahlukm biologis yang memiliki potensi dasar yang menentukan kepribadian manusia berupa insting. Manusia hidup pada dasarnya memnuhi tuntutan dan kebuuhan insting. Menurut keterangan ayat al-Quran potensi manusia yang relevan dengan insting ini disebut nafsu.
Menurut kandungan ayat-ayat al-Quran manusia pada hakikatnyaadalah mahluk yang utuh dan sempurna, yaitu sebagai mahluk biologis,pribadi, social, dan mahluk religious.manusia sebagai mahluk religious meliputi tiga komponen lainya, yaitu manusia sebagai mahluk biologis, pribadi , dan social selalu terikat dengan nilai-nilai religious (ahyadi, 2005).[8] Alexs Carrel, seorang ahli bedah dan fisika kelahiran prancis yang mendapat hadiah nobel mengungkapkan seperti yang dikutip oleh Quraish Shihab, “ Sesungguhnya pengetahuan manusia tentang mahluk hidup dan manusia khususnya belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan lainya. Manusia adalah mahluk yang kompleks, sehingga tidaklah mudah untuk mendapatkan satu gambaran untuknya, tidak ada satu cara untuk memahami mahluk ini dalam keadaan secara utuh, maupun dalam bagian-bagianya, tidak juga memahami hubunganya dengan alam sekitar”. 
Untuk memahami hakikat manusia perlu pendekatan yaitu: 1). Mempelajari dan menyelidiki manusia dalam hakikatnya yang murnidan esensial. 2). Melalui pendekatan ideologis dan spiritual yang mengatur tindakan manusia yang memengarui dan membentuk personalitasnya.3). mengambil konsep tentang manusia dari penyelidikan tentang lembaga –lembaga etika dan yuridis yang telah dibentuk dari pengalaman-pengalaman sejarah yang dihormati.[9]
E.     Mad’u objek dakwah dan kondisinya 
Pendekatan dalam aktifitas dakwah tidak akan sukses tanpa adanya suatu unsur atau factor tertentu. System dakwah tak ubahnya system tubuh manusia, bila salah satu anggotanya sakit maka sakitlah semua. Bahwa keberhasilan suatu aktifitas dakwah  tidak mungkin disukseskan atas dasar satu factor atau dua factor saja, tapi keberhasilan dakwah ditentukan oleh kesatuan factor-faktor atau unsur-unsur yang saling membantu, memenagruhi dan berhubungan satu dengan lain.
Keunikan psikis tiap  manusia membawa perbadaan-perbedaan mendasar. secara psikologis, manusia sebagai objek dakwah dibedakan oleh berbagai aspek;
1.      Sifat-sifat kepribadian yaitu adanya sifat-sifat manusia yang penakut, pemarah suka bergaul, peramah, sombong, dsb.
2.      Inteligensi yaitu aspek kecerdasan seseorang mencakup kewaspadaan, kemampuan belajar, kecepatan berfikir, kesanggupan untuk mengambil keputusan yang tepat dan cepat, kepandaian menagkap dan mengolah kesan-kesan atau masalah, dang kemampuan mengambil kesimpulan.
3.      Pengetahuan
4.      Keterampilan
5.      Nilai-nilai
6.      Peranan. [10]
F.      Prinsip Dasar Psikologi Perkembangan Dari Perpektif Islam Terdiri Dari
1.               Kehidupan Manusia (Pertumbuhan & Perkembangan) Merupakan Proses Yang Bertahan Dan Berangsur-Angsur
Alquran juga mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari berbagai tahap progresif pertumbuhan dan perkembangan. Dengan kata lain, kehidupan manusia memiliki pola dalam tahapan-tahapan tertentu yang termasuk tahapan dari pembuahan sampai kematian.
ayat Alquran yanmg menyatakan hal ini. Salah satunya sebagai berikut:
... dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan segalanya dengan ukuran-ukuran dengan serapi-rapinya. (QS. Al-Furqaan 25:2)
pertumbuhan & perkembangan manusia tidak terjadi serta merta dalam satu waktu, namun melalui tahapan yang telah ditentukan ukurannya yang membuatnya berjalan dalam  proses yang berangsur-angsur atau gradual. Ayat berikut ini dengan jelas menyatakan bahwa manusia diciptakan dan ditentukan untuk berkembang dalam tahapan.
2.       Pertumbuhan & Perkembangan Manusia Memiliki Pola Tertentu
Menurut Alquran pertumbuhan dab perkembangan manusia memiliki pola umum yang dapat diterapkan pada manusia, meskipun terdapat perbedaan individual. Pola yang terjadi adalah bahwa setiap individu tumbuh dari keadaan lemah menuju keadaan yang kuat dan kemudian kembali melemah. Dengan kata lain, pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan hukum alam, ada kenaikan dan penurunan.
Alquran menyatakan sebagai berikut:
Allah, Dialah yang menciptakan kamu  dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikanmu seseudah lemah itu menjadi kuat, kemudian menjadi lemah kembali dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui Lagi Maha Kuasa. (QS Al-Ruum 30:54).
Allah menciptaka kamu, kemudian mewafatkan kamu, dan diantara kamu ada yang dikembalikanpada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui segala sesuatunya yang pernah dia ketahui. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nahl 16:70)
Dengan demikian terlihat bahwa pola yang disebutkan dalam ayat ini dapat diterpkan pada semua manusia. semua manusia diciptakan dalam keadaan lemah. Hal ini mengacu pada tahap pertama penciptaanmanusia di dalam rahim sampai persalinan. Manusia sangat lemah dalam tahap awal ini, baik secara fisik maupun mental.
3.       Perkembangan Manusia Adalah Proses Kumulatif & Simultan
Jika setiap ayat Al-quran yang membicarakan perkembangan manusia dan tahap-tahapnya dibahas secara seksama, disintesis dan dianalisis, akan terlihat bahwa Alquran menyatakan postulat bahwa perkembangan manusia secara alamiah bersifat kumulatif. Dengan kata lain, setiap perkembangan baru yang dicapai merupakan penambahan dari perkembangan sebelumnya. Dengan cara ini, perkembangan meningkatkan satu aspek dengan dasar peningkatan sebelunya sampai pencapaian tahap puncak.
Dalam gambaran parabolik dan euphemistik dari orang-orang kafir, faktor ini dinyatakan, seperti berikut:
Dan Allah membuat pula perumpamaan: dua lelaki yang satu bisu, tidak bisa berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas penanggunya, kemana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikanpun, dan dia berada pula di jalan lurus? (QS An-Nahl 16:76)
Hal ini dapat diterima dalam prinsip ‘Ilmu Ushul fiqih”. Dimana mengkonfirmasikan bahwa abnormalitas mempengaruhi berbagai aspek perkembangan manusia, sebagaimana dapat mempengaruhi keseluruhan perkembangan.
4.        Pertumbuhan & Perkembangan Manusia: Melampaui Keberadaan Fenomena Dunia
Sesungguhnya Kami telah mencipatakan manusia itu dari saripati dari tanah (sulalatin min tin). Kemudian Kami jadikan saripati tanah itu menjadi suatu tetesan (nutfah) yang tersimpan di tempat yang aman dan kokoh. Kemudian tetesan itu Kami olah menjadi segumpal darah (alaqah), dan segumpal darah itu Kami olah menjadi segumpal daging (mudhgah). Lalu mudhgah itu Kami olah menjadi tulang belulang (idham). Kemudian idham itu Kami bungkus dengan daging (lahm). Kemudian Kami jadikan makhluk yang berbentuk lain dari sebelumnya. Maha Suci Allah pencipta yang paling baik. Kemudian sesudah itu kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan dari kuburmu di hari kiamat. (QS Al-Mu’minun 23:12-16).
Dengan demikian jelaslah bahwa untuk mempelajari manusia secara komprehensif, aspek kehidupan setelah mati harus disertakan. Hal ini karena ketakutan akan kematian dan apa yang terjadi di dalamnyamerupakan bagian alamiah dari manusia dan mempengaruhi disposisi dan perkembangan manusia.
5.      Pertumbuhan & Perkembangan Manusia: Melewati Periode Kritis Dan Sensitif Tertentu
Periode dan fase formatif secara esensial sangat penting karena meletakan dasar bagi perkembangan selanjutnya yang dalam hal ini seluruh periode prakelahiran, bayi , anak-anak, dan remaja dianggap sensitif.
Sensitivitas tahap prakelahiran, misalnya dapat dilihat tradisi muslim yang membiasakan diri untuk menyuarakan doa mereka, seperti yang dicontohkan Nabi, ketika mereka selesai bersenggama. Hal ini bermakna sebagai doa kepada Allah untuk memohon perlindungan pada setan dan pemberian stimulus suara.
Disamping berbagai masalah yang merupakan karakteristik remaja, alasan lain mengapa periode ini merupakan periode kritis dan sensitif dalam perkembangan individual adalah masa ini merupakan masa transisi yang menandai awal dari tanggung jawab legal (taklif).
“Diangkat pena (untuk mencatat amal) dari tiga macam orang: anak kecil hingga ia pubertas (ihtilam), orang tidur hingga terjaga, dan orang gilaa hingga ia sadar”. (HR Abu Dawud, Tirmidhi, dan Hakim).[11]











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Bahawa karakteristik manusia menurut tinjauan psikologi islam mulai dari asal manusia itu sendiri, hakikat manusia. Karakteristiknya meliputi sebagai mahluk biologis, pribadi dan social ini menurut kandungan ayat-ayat al-quran . Islam memandamg manusia sebagai mahluk tuhan yang memiliki keunikan dan keistimewaan tertentu. Sebagai salah satu mahluknya karakteristik eksistensi manusia harus dicari dalam relasi dengan sang pencipta dan mahluk-mahluk tuhan lainya.
Psikologi islam memandang kelahiran manusia kedunia membawa tujuan tertentu, yaitu agar manusia mengabdikan hidup kepada pencipta. Misi utama yang diemban manusia dalam rangka mengabdikan adalah menjadikan khalifah di bumi dengan memberikan pelayanan sesama mahluk lainya.
Perkembangn manusia meliputi tahap tahap yang berangsur-angsur, memiliki pola tertentu serta proses kumulatif hinga keberadaan fenomena dunia dan tidak ketinggalan dengan periode kritis dan periode tertentu.

B.     Kritik dan saran
Jika makalah ini kurang menepati kesempurnaan kiranya mohon dibenarkan dengan alasan. Dan saran agar lebih baik untuk mengkritik pemakalah. Terimakasih











DAFTAR PUSTAKA
Rahayu ,iin tri. Psikoterapi Perspektif Islam dan Psikologi Kontemporer,Malang: UIN Malang Press(IKAPI),cet 1,2009
Batsama,Hanna djumhana” intregasi spikologi dengan islam” Jogjakarta: Pustaka Belajar dengan Yayasan Insan Kamil, 2005
Taufiq, Muhammad izzuddin ”panduan lengkap dan praktis psikologi islam”(Jakatra : Gema Insani cet 1, 2006
Jumantoro totok, psikologi dakwah,dengan aspek kejiwaan yang qurani, wonosobo: Amzah, 2001
Faizah dan effendi, lalumukhlisin, “psikologi dakwah” Jakarta: kencana, 2006
Nasori, fuad, potensi-potensi manusia seri psikologi islam, Yogyakarta : pustaka pelajar, cet 1, 2003.
Rediefwisnu,”psikologi perkembangan menurut islam”. http;rediefwisnu.blogspot.com, 30 mei 2013














[1] Totok jumantoro ,psikologi dakwah”dengan aspek kejiwaan yang qurani “ wonosobo: amzah, 2001, hlm. 20-21
[2] Hanna djumhana bastaman “ integrasi psikologi dengan islam menuju aktualisasi psikologi islam”, Yogyakarta:pustaka pelajar, 2005
[3] Fuad nashori “potensi-potensi manusia(seri psikologi islam)”, Yogyakarta : pustaka pelajar, 2005 cet 1 hlm. 55-64
[4] Faizah dan h. lalu mukhlisin effendi, spikiligo dakwah” Jakarta: kencana, 2006 hlm60-62
[5]Taufiq, Muhammad izzuddin ”panduan lengkap dan praktis psikologi islam”(Jakatra : Gema Insani cet 1, 2006 hlm 188-189

[6] Fuad nashori “potensi-potensi manusia(seri psikologi islam)”, Yogyakarta : pustaka pelajar, 2005 cet 1 hlm.114-121
[7] Muhammad  izzuddin taufiq”panduan lengkap dan praktis psikologi islam”(Jakatra : Gema Insani cet 1, 2006)hlm.166-188
[8] Iin tri rahayu,”psikoterapi perspektif kontemporer “(Malang: uin malang press,cet 1 2009 )hlm.12-13
[9] Faizah dan h. lalu mukhlisin effendi, spikiligo dakwah” Jakarta: kencana, 2006 hlm 52-53
[10] Ibid faizah 70
[11] Rediefwisnu,”psikologi perkembangan menurut islam”. http; rediefwisnu.blogspot.com, 30 mei 2013