BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Psikologi Dakwah dan psikologi islam
Pengertian psikologi dakwah spikologi
dakwah dapat didefinisikan sebagai ilmu pengtahuan yang bertugas mempelajari
atau membahas tentang segala gejala hidup kejiwaan manusia yang terlibat dalam
proses kegiatan dakwah sedangkan menurut Drs. H.M. Arifi, M.Ed.(1997.29) psikologi
dakwah dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang bertugas mempelajari
atau membahas tentang segala gejala hidup kejiwaan baik dai’ ataupun mad’u yang
terlibat dalam proses kegiatan dakwah.[1]
Menurut Hanna Djumana bastaman psikologi islam adalah
sebuah psikologi yang memiliki karakteristik dan identitas yang semuanya
bermuara pada nilai-nilai islam. Selain itu psikologi islam menggunakan akal
dan keimanan sekaligus, yakni menggunakan secara optimal daya nalar yang
obyektif ilmiah dengan metodologi yang tepat.
Ada
3 pengertian
Yang
pertama, psikologi islam merupakan salah satu dari kajian masalah-masalah
keislaman. Ia memiliki keduduakan yang sama dengan disiplin ilmu keislaman yang
lain sperti ekonomi islam, sosiologi islam dll. Artinya psikologi yang dibangun
bercorak atau memiliki pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi
keilmuan dalam islam. Sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan
berbeda dengan psikologi kontemporer pada umumnya.
Yang
kedua, psikologi islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia
dalam islam; al-Ruh, al-Nafs, al-Kalb, al-Aql, al-Damir, al-Habb, al-Fu’ad,
al-sirr, al- fitrah, dsb.
Yang
ketiga, islam bukan netral etnik, melainkan surat akan nilai etik. Dikatakan
demikian sebab psikologi islam memiliki tujuan yang hakiki, yaitu merangsang
kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri lebih sempurna untuk
mendapatkan kebahagiaan hidup didunia dan diakhirat. [2]
B.
Karakteristik Manusia Menurut Pandangan
Psikologi Islam
a.
Fitrah
“ anak-anak terlahir dalam keadaan fitrah; orang tuanyalah
yang menjadikan yahudi, majusi, atau nasrani.”(HR. BUKHARI)
Fitrah, menurut yasien Muhammad pemahaman fitrah dapat dibagi
menjadi 4 yaitu
·
Pandangan fatalis
Bahwa setiap individu,ketetapan Allah Azza wa jalla,
baik atau jahat secara asal, baik ketetapan semacam secara semuanya atau
sebagian sesuai dengan rencana tuhan.
Dasar yang digunakan hadist Nabi. ‘Abdullah Ibnu Mas’ud
berkata. Rasulullah SAW. Bersabda tentang firman Allah” dan ingatlah ketika
mengeluarkan anak-anak adam dari sulbi mereka “bahwa Allah mengeluarkan
Adam dari surga dan sebelum turun dari langit , Allah mengusap sulbi
adam sebelah kanan dengan sekali usapan lalu mengeluarkanya anak keturunan yang
berwarna putih seperti mutiara dan seperti dzur(keturunan). Allah berfirman
kepada mereka, masuklah kedalam surga dengan nikmat-Ku” lalu Allah
mengusap sulbi adam sebelah kiri dengan sekali usapan lalu mengeluarkan
keturunannnya berwarna hitam dalam bentuk dzur. Allah berfirman “masuklah
kedalam neraka maka Aku tidak peduli” yang demikian lah tentang golongan kanan dan
kiri. Kemudian Tuhan mengambil kesaksian atas mereka dengan berfirman “
bukankah Aku Tuhan kalian?’mereka menjawab; ‘betul, engkau tuhan kami, kami
menjadi saksi.’
Syaikh Abdul Qodir jailani bahwa seorang pendosa akan masuk surge jika
hal itu menjadi nasibnya yang telah ditentukan.
·
Pandangan netral
Tokohnya ibnu ‘Abd Al-Barr. Mendasarkan pandangannya pada
firman Allah Azza Wa Jalla:
“dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak megetahui sesuatupun “(QS. An-Nahl, 78)
Pandangan ini bahwa anak terlahir dalam keadaan suci, suatu
keadaan kosong sebagaimana adanya. Tanpa kesadaran iman atau kufur. Mereka
terlahir keadaan utuh atau sempurna, tapi kosong suatu esensi yang baik atau
yang jahat. Menurut pandangan netral manusia dilahirkan dalam keadaan bodoh dan
tidak berdosa. Dia akan memperolah pengetahuan tentang benar salah, kebaikan
kebenaran, serta keburukan kejahatan dari lingkungan eksternal. Manusia berpotensi
mennjadi baik (iman) bila orang tuanya memperkenalkan dan menanamkan
ajaran-ajaran kebaikan dan kebenran kepada anak. Begitupun sebaliknya orang tua
mengjarjan keburukan maka manusia berpotensi menjadi buruk (kufur).
·
Pandangan positif
menurut Ibnu taimiyyah bahwa semua anak terlahir dalam
keadaan fitrah yaitu dalam keadaan kebajikan bawaan, dan lingkungan social
itulah yang menyebabjkan individu menyimpang dari keadaan ini . sifat dasar
manusia memiliki lebih dari sekedar pengetahuan tentang Allah yang ada secara
inheren di dalamnya. Tetapi juga suatu cinta kepada-Nya dan keinginan untuk
melaksanakan ajaran agama secara tulus. Yang mendasari pernyataanya ialah (QS.
AR-Rum:30)
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah);(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus ;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
·
Pandangan dualis
Tokoh utamanya sayyid Quthb dan ali shari’ati pandangan ini
baru muncul pada abad ke-20. Menurut mereka penciptaan manusia membawa suatu
sifat dasar yang bersifat ganda. Menurut Quthb, dua unsur pembentuk esensial
dari stuktur manusia secara menyeluruh, yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan
kebaikan dan kejahatan sebagai suatu kecenderungan yang setara pada manusia,
yaitu kecenderungan untuk mengikuti tuhan dan kecenderungan tersesat. Menurut
shari’ati berpandangan bahwa tanah symbol dari kehinaan digabungkan dengan ruh
dari Allah.dengan demikian manusia adalah mahluk berdimensi ganda dengan sifat
dasar ganda, suatu susunan dari dua kekuatan, bukan saja berbeda, tapi juga
berlawanan. Yang satu cenderung turun kepada materi dan yang lain cenderung
naik kepada Ruh Suci (ciptaan) allah Azza wa jalla. Dasar pandangan duallis
adalah
“ dan (ingatlah),
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “ sesungguhnya aku menciptakan
seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang
diberi bentuk. Maka apabila aku telah menyerupakan kejadiannya, dan telah
meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan
bersujud (QS. Al-Hijr:28-29).
“dan
kami telah menunjukan kepadanya dua jalan (Qs. Al-Balad: 10)[3]
b.
Nafs
Dalam
islam kajian tentang nafs sebagai
factor spiritual merupakan bagian dari kajian hakikat manusia itu sendiri
menurut achmad Mubarok, kata nafs dalam al-Quran mempunyai beberapa makna;
1.
Nafs sebagai diri atau seorang dalam
firman Allah ali-imran ;61
2.
Nafs sebagai diri tuhan dalam firman Allah al-An’am’ 54
3.
Nafs sebagai peson sesuatu dalam
firman Allah al-Furqan;3
4.
Nafs sebagai ruh dalam firman Allah
al-An’am;93
5.
Nafs sebagai jiwa, dalam firman Allah
as-Syam; 7 dan al-Fajr; 27
6.
Nafs sebagai totalitas manusia, dalam
firman Allah al-Maidah; 32
7.
Nafs sebagai sisi dalam manusia yang
melahirkan tingkah laku dalam firman Allah ar-Rad ;11
Makna
kata diatas dipersempit menjadi 3 kategori yaitu; 1. Nafs sebagai totalitas
manusia mengisyaratkan bahwa manusia memiliki dua dimensi, dimensi jiwa dan
dimensi raga. Dalam keduanya harus ada, jika jasad tanpa jiwa dengan
fungsi-fungsinya dipandang tidak sempurna begitu pula sebaliknya. 2. Nafs
sebagai sisi manusia tersirat dalam firman Allah ar-Ra’d ;10 dimana
kesanggupan manusia untuk merahasiakan (al-sir) dan berterus terang ucapan (al
-hijr) mengidikasikan adanya sisi dalam dan sisi luar manusia. Jika sisi luar
manusia dapat dilihat dari perbuatan lahirnya, maka sisi dalam manusia dapa
dilihat dari fungsinya sebagai penegak. Nafs sebagai wadah dari potensi-potensi
juga berperan besar dalam menambah atau mengurang kualitas kemanusiaan
seseorang. 3. Nafs sebagai penggerak tingkah laku, berfungsi sebagai penampung
hal-hal yang baik dan yang buruk. Jika nafs di jaga dari dorongan-dorongan
syahwat atau hawa nafsu, maka kulaitasnya akan meningkat sekaligus meningkatkan
kualitas perbuatan jasmani, tetapi jika ia dikotori oleh perbuatan maksiat,
maka nafs akan menurun kualitasnya juga menurunkan kualitas perbuatan jasmani.
Al-
Quran membagi tingkatan nafs pada dua kelompok besar, yaitu Nafs martabat
tinggi dimiliki oleh orang-orang ber takwa, yang takut kepada Allah berpegang
teguh kepada petunjuk-Nya seta menjauhi larangan-Nya. sedangkan Nafs martabat
rendah dimiliki oleh orang-orang yang menentang perintah Allah dan yang
mengabaikan ketentuan-ketentuan-Nya, seta orang-orang yang tersesat yang
cenderung berperilaku menyimpang dan melakukan kekejian serta kemungkaran.
Secara
eksplisit, al-Quran menyebut adanya 3 jenis nafs, yaitu;
1.
Nafs muthmaininat, yaitu nafsu yang tenang, jauh
dari segala keguncangan, selalu mendorong berbuat kebajikan.
2.
Nafs ammarat, yaitu nafsu yang selalu mendorong,
berbuat kejahatan, tunduk pada syahwat dan panggilan setan.
3.
Nafs lawwamat, yaitu nafsu yang belum sempurna,
selalu melawan kejahatan tapi melakukan kejahatan hingga disesalinya.
Ciri-ciri umum
dari nafs kualitas rendah menurut al-Quran;
1.
Mudah melanggar apa-apa yang dilarang Allah
2.
Menuruti dorongan hawa nafsu
3.
Menjalankan maksiat
4.
Tidak memenuhi panggilan kebenaran.[4]
c. Ruh
Ruh dalam perspektif islam adalah sisi non-visual dalam diri/
ghaib dalam diri manusiadengan ruh inilah manusia berkolerasi dengan alam ghaib
sebagaimana dengan jasadnyaia berkolerasi dalam alam nyata
ruh
yang selalu dibahas oleh para nabi dan rasul adalah salah satu urusan Allah.
Tidak ada seorang pun yang dapat menentukan hakikatnya secara pasti semua
penafsiran yang ada dalam jasad dan mengukuhkan hidupnya adalah usaha untuk
menentukan definisinya dan mengasingkanya dalam sebagian fungsi dalam tubuh.
Ibnu Qayyim dalam bukunya Ruh memaparkan bukti yang menekankan bahwa ruh bagian
dari inti tersendiri dan terpisah dari badan. Al-Quran dan As-Sunnah
mendefinisikan ruh adalah sesuatu yang ditiupkan kedalam jasad. Ruh bisa
dipegang keberadaanya, diutus, dikeluarkan, dikembalikan, ditahan, dll. Firman
Allah
“ maka apabila aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan tetap meniupkan ke dalam ruh (ciptaan)-Ku, maka
tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (QS.Al-Hijr;29)
“alangkah dahsyatnya sekiranya kamu
melihat diwaktu orang-orang yang alim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratul
maut, sedang para malaikat memukul dengan tanganya,(sambil berkata),
keluarkanlah nyawamu.” (Al-An’am;93)
Ruh
pun adalah mahluk layaknya jasad. Inilah satu persamaan diantara keduanya.
Sedangkan perbedaanya terletak pada bentuk dan keberadanya, dimana dari satu
keduanya ada dialam ghaib dan lainya di alam nyata.[5]
d.
Qalbu
Merupakan
materi organik yang memiliki system kognisi yang berdaya emosi. Ia berada di
jantung.
“ dan orang-orang yang beriman mendapat
petunjuk dari Allah melalui hatinya” (QS. Tagabun; 11)
Pengetahuan yang dapat dirasakan
qalbu adalah realitas abstrak seperti kasih sayang, kebencian, bahagia,
kesedihan, ide-ide, dsb. Qalbu memiliki kemampuan untuk memberikan jawaban
ketika sesorang harus memutuskan sesuatu yangs sangat penting.
“mintalah
fatwa kepada qalbumu” (HR. Acmad dan Al-Darimiri)
Penting
untuk dicatat bahwa qalbu adalah komponen sentral manusia. Sedemikian
pentingnya dan sentralnya peranan qalbubagi manusia, ia dianggap sebagai penentu
baik buruknya manusia.
e.
Akal
Akal
yang berpusat diotak adalah komponen yang ada dalam manusian yang memiliki
kemampuan memperoleh pengetahuan secara nalar. Hal ini berbeda dengan qalbu
yang memperoleh pengetahuan melalui daya cita rasa. Setelah memperoleh sesuatu
akal menyimpan pengetahuan. Kemampuan memperoleh maupun menyipan ini
berbeda-beda antara satu denga lainya.
Selain itu akal juga punya kemampuan untuk meggabungkan
berbagai informasi menjadi informasi baru. Setelah melihat proses sperma
(kepala, mesin, ekor) menuju mulut rahim, para ahli terinspirasi untuk membuat
pesawat luar angkasa. Karena kemampuanya memperoleh, menyimpan dan mengolah
pengetahuan maka Allah Azzala Wa Jalla memerintahkan manusia menggunakan
akalnya. [6]
C.
Asal dan Hakikat
Manusia
a.
Asal Manusia
Hal
pertama yang diperhatikan dalan ajaran islam adalah menjelaskan pada manusia
siapa dirinya. Untuk bisa mengenal dirinya dan mengenal dari mana berasal, maka
islam berinteraksi dengan manusia melalui aqidah dan syariatnya. Dalam surah
al-baqoroh kisah adam diterangkan setelah disebutkan tiga tipe manusia : mukmin
(yang meyakini kebenaran ), kafir (yang mengingkari kebenaran ), munafik (yang
mengingkarinya namun seolah ia meyakini). Allah berfirman , dalam al-baqoroh
ayat 30
“ ingatlah ketika
tuhanmu berfirman kepada para malaikat ,’sesungguhnya aku hendak menjadikan
khalifah dimuka bumi.’ Mereka berkata.” Mengapa engkau hendak menjadikan
khalifah dimuka bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
menyucikan Engkau ?’ tuhan berfirman , ‘sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.”(al- Baqoroh : 30)
Kisah
adam bukan sekedar menceritakan asal usul sejarah manusia saja. Dari kisah
adampun kita bisa mengetahui semua yang terjadi sebelum manusia disemua fase
kehidupannya dimuka bumi. Ayat ini seolah mengilangkan akan keraguan apa yang
akan sebenarnya terjadi sebelum manusia diciptakan, dan juga mengkonstuksi riwayat-riwayat
yang dikisahkan oleh para ahli kitab sebelunya datang islam. Selain itu, ayat
diatas juga bisa menjadi hokum penegak diantara semua teori asal-usul manusia
yang berkembang luas di khayalak umum. Seperti penafsiran yang mereka buat para
ahli kitab: yakni penafsiran Karl Jung. Dia menafsirkan kisah tersebut sebagai
satu symbol sebagaimana yang dipahaminya dari buku-buku klsaik barat. Jung
berpendapat bahwa Adam satu symbol manusia zaman dahulu (seperti layaknya
bapak-penggambaran manusia yang sudah tua renta )… lalu munculah adam kedua yang
mengangkat salib diatas kuburan adam pertama. Kemunculan adam kedua ini adalah almasih, yakni suatu zat yang diutus
untuk membebaskan kehidupan manusia. [7]
D. Hakikat
Manusia
Menurut konsep psikologi, manusia
sebagai mahlukm biologis yang memiliki potensi dasar yang menentukan
kepribadian manusia berupa insting. Manusia hidup pada dasarnya memnuhi
tuntutan dan kebuuhan insting. Menurut keterangan ayat al-Quran potensi manusia
yang relevan dengan insting ini disebut nafsu.
Menurut
kandungan ayat-ayat al-Quran manusia pada hakikatnyaadalah mahluk yang utuh dan
sempurna, yaitu sebagai mahluk biologis,pribadi, social, dan mahluk
religious.manusia sebagai mahluk religious meliputi tiga komponen lainya, yaitu
manusia sebagai mahluk biologis, pribadi , dan social selalu terikat dengan
nilai-nilai religious (ahyadi, 2005).[8]
Alexs Carrel, seorang ahli bedah dan fisika kelahiran prancis yang mendapat
hadiah nobel mengungkapkan seperti yang dikutip oleh Quraish Shihab, “
Sesungguhnya pengetahuan manusia tentang mahluk hidup dan manusia khususnya
belum lagi mencapai kemajuan seperti yang telah dicapai dalam bidang-bidang
ilmu pengetahuan lainya. Manusia adalah mahluk yang kompleks, sehingga tidaklah
mudah untuk mendapatkan satu gambaran untuknya, tidak ada satu cara untuk
memahami mahluk ini dalam keadaan secara utuh, maupun dalam bagian-bagianya,
tidak juga memahami hubunganya dengan alam sekitar”.
Untuk
memahami hakikat manusia perlu pendekatan yaitu: 1). Mempelajari dan
menyelidiki manusia dalam hakikatnya yang murnidan esensial. 2). Melalui
pendekatan ideologis dan spiritual yang mengatur tindakan manusia yang
memengarui dan membentuk personalitasnya.3). mengambil konsep tentang manusia
dari penyelidikan tentang lembaga –lembaga etika dan yuridis yang telah
dibentuk dari pengalaman-pengalaman sejarah yang dihormati.[9]
E. Mad’u
objek dakwah dan kondisinya
Pendekatan
dalam aktifitas dakwah tidak akan sukses tanpa adanya suatu unsur atau factor
tertentu. System dakwah tak ubahnya system tubuh manusia, bila salah satu
anggotanya sakit maka sakitlah semua. Bahwa keberhasilan suatu aktifitas
dakwah tidak mungkin disukseskan atas
dasar satu factor atau dua factor saja, tapi keberhasilan dakwah ditentukan
oleh kesatuan factor-faktor atau unsur-unsur yang saling membantu, memenagruhi
dan berhubungan satu dengan lain.
Keunikan
psikis tiap manusia membawa
perbadaan-perbedaan mendasar. secara psikologis, manusia sebagai objek dakwah dibedakan
oleh berbagai aspek;
1. Sifat-sifat
kepribadian yaitu adanya sifat-sifat manusia yang penakut, pemarah suka
bergaul, peramah, sombong, dsb.
2. Inteligensi
yaitu aspek kecerdasan seseorang mencakup kewaspadaan, kemampuan belajar,
kecepatan berfikir, kesanggupan untuk mengambil keputusan yang tepat dan cepat,
kepandaian menagkap dan mengolah kesan-kesan atau masalah, dang kemampuan
mengambil kesimpulan.
3. Pengetahuan
4. Keterampilan
5. Nilai-nilai
6. Peranan.
[10]
F. Prinsip Dasar Psikologi Perkembangan Dari
Perpektif Islam Terdiri Dari
1.
Kehidupan Manusia
(Pertumbuhan & Perkembangan) Merupakan Proses Yang Bertahan Dan Berangsur-Angsur
Alquran juga mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia dari berbagai
tahap progresif pertumbuhan dan perkembangan. Dengan kata lain, kehidupan
manusia memiliki pola dalam tahapan-tahapan tertentu yang termasuk tahapan dari
pembuahan sampai kematian.
ayat Alquran yanmg menyatakan hal ini. Salah satunya sebagai berikut:
... dan Dia
telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan segalanya dengan
ukuran-ukuran dengan serapi-rapinya. (QS.
Al-Furqaan 25:2)
pertumbuhan & perkembangan
manusia tidak terjadi serta merta dalam satu waktu, namun melalui tahapan yang
telah ditentukan ukurannya yang membuatnya berjalan dalam proses yang berangsur-angsur atau gradual.
Ayat berikut ini dengan jelas menyatakan bahwa manusia diciptakan dan
ditentukan untuk berkembang dalam tahapan.
2.
Pertumbuhan
& Perkembangan Manusia Memiliki Pola Tertentu
Menurut Alquran pertumbuhan dab
perkembangan manusia memiliki pola umum yang dapat diterapkan pada manusia,
meskipun terdapat perbedaan individual. Pola yang terjadi adalah bahwa setiap
individu tumbuh dari keadaan lemah menuju keadaan yang kuat dan kemudian
kembali melemah. Dengan kata lain, pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan hukum
alam, ada kenaikan dan penurunan.
Alquran menyatakan sebagai
berikut:
Allah, Dialah yang menciptakan kamu
dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikanmu seseudah lemah itu menjadi
kuat, kemudian menjadi lemah kembali dan beruban. Dia menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha Mengetahui Lagi Maha Kuasa. (QS Al-Ruum 30:54).
Allah menciptaka kamu, kemudian mewafatkan kamu, dan diantara kamu ada
yang dikembalikanpada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak
mengetahui segala sesuatunya yang pernah dia ketahui. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui Lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nahl
16:70)
Dengan
demikian terlihat bahwa pola yang disebutkan dalam ayat ini dapat diterpkan
pada semua manusia. semua manusia diciptakan dalam keadaan lemah. Hal ini
mengacu pada tahap pertama penciptaanmanusia di dalam rahim sampai persalinan.
Manusia sangat lemah dalam tahap awal ini, baik secara fisik maupun mental.
3.
Perkembangan
Manusia Adalah Proses Kumulatif & Simultan
Jika setiap ayat Al-quran yang membicarakan perkembangan manusia dan
tahap-tahapnya dibahas secara seksama, disintesis dan dianalisis, akan terlihat
bahwa Alquran menyatakan postulat bahwa perkembangan manusia secara alamiah
bersifat kumulatif. Dengan kata lain, setiap perkembangan baru yang dicapai
merupakan penambahan dari perkembangan sebelumnya. Dengan cara ini,
perkembangan meningkatkan satu aspek dengan dasar peningkatan sebelunya sampai
pencapaian tahap puncak.
Dalam gambaran parabolik dan euphemistik dari orang-orang kafir, faktor
ini dinyatakan, seperti berikut:
Dan Allah membuat pula perumpamaan: dua lelaki yang satu bisu, tidak bisa
berbuat sesuatupun dan dia menjadi beban atas penanggunya, kemana saja dia
disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu
kebajikanpun, dan dia berada pula di jalan lurus? (QS An-Nahl 16:76)
Hal ini dapat diterima dalam
prinsip ‘Ilmu Ushul fiqih”. Dimana mengkonfirmasikan bahwa abnormalitas
mempengaruhi berbagai aspek perkembangan manusia, sebagaimana dapat
mempengaruhi keseluruhan perkembangan.
4.
Pertumbuhan & Perkembangan Manusia: Melampaui Keberadaan Fenomena
Dunia
Sesungguhnya Kami telah
mencipatakan manusia itu dari saripati dari tanah (sulalatin min tin). Kemudian
Kami jadikan saripati tanah itu menjadi suatu tetesan (nutfah) yang tersimpan
di tempat yang aman dan kokoh. Kemudian tetesan itu Kami olah menjadi segumpal
darah (alaqah), dan segumpal darah itu Kami olah menjadi segumpal daging
(mudhgah). Lalu mudhgah itu Kami olah menjadi tulang belulang (idham). Kemudian
idham itu Kami bungkus dengan daging (lahm). Kemudian Kami jadikan makhluk yang
berbentuk lain dari sebelumnya. Maha Suci Allah pencipta yang paling baik.
Kemudian sesudah itu kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian sesungguhnya
kamu sekalian akan dibangkitkan dari kuburmu di hari kiamat. (QS Al-Mu’minun
23:12-16).
Dengan
demikian jelaslah bahwa untuk mempelajari manusia secara komprehensif, aspek
kehidupan setelah mati harus disertakan. Hal ini karena ketakutan akan kematian
dan apa yang terjadi di dalamnyamerupakan bagian alamiah dari manusia dan
mempengaruhi disposisi dan perkembangan manusia.
5.
Pertumbuhan
& Perkembangan Manusia: Melewati Periode Kritis Dan Sensitif Tertentu
Periode dan fase formatif
secara esensial sangat penting karena meletakan dasar bagi perkembangan
selanjutnya yang dalam hal ini seluruh periode prakelahiran, bayi , anak-anak,
dan remaja dianggap sensitif.
Sensitivitas
tahap prakelahiran, misalnya dapat dilihat tradisi muslim yang membiasakan diri
untuk menyuarakan doa mereka, seperti yang dicontohkan Nabi, ketika mereka
selesai bersenggama. Hal ini bermakna sebagai doa kepada Allah untuk memohon
perlindungan pada setan dan pemberian stimulus suara.
Disamping berbagai masalah yang
merupakan karakteristik remaja, alasan lain mengapa periode ini merupakan
periode kritis dan sensitif dalam perkembangan individual adalah masa ini
merupakan masa transisi yang menandai awal dari tanggung jawab legal (taklif).
“Diangkat pena (untuk mencatat amal) dari tiga macam orang: anak kecil
hingga ia pubertas (ihtilam), orang tidur hingga terjaga, dan orang gilaa
hingga ia sadar”. (HR Abu
Dawud, Tirmidhi, dan Hakim).[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bahawa karakteristik manusia menurut
tinjauan psikologi islam mulai dari asal manusia itu sendiri, hakikat manusia.
Karakteristiknya meliputi sebagai mahluk biologis, pribadi dan social ini
menurut kandungan ayat-ayat al-quran . Islam memandamg manusia sebagai mahluk
tuhan yang memiliki keunikan dan keistimewaan tertentu. Sebagai salah satu
mahluknya karakteristik eksistensi manusia harus dicari dalam relasi dengan
sang pencipta dan mahluk-mahluk tuhan lainya.
Psikologi islam memandang kelahiran
manusia kedunia membawa tujuan tertentu, yaitu agar manusia mengabdikan hidup
kepada pencipta. Misi utama yang diemban manusia dalam rangka mengabdikan
adalah menjadikan khalifah di bumi dengan memberikan pelayanan sesama mahluk
lainya.
Perkembangn manusia meliputi tahap
tahap yang berangsur-angsur, memiliki pola tertentu serta proses kumulatif
hinga keberadaan fenomena dunia dan tidak ketinggalan dengan periode kritis dan
periode tertentu.
B.
Kritik dan saran
Jika makalah ini kurang menepati
kesempurnaan kiranya mohon dibenarkan dengan alasan. Dan saran agar lebih baik
untuk mengkritik pemakalah. Terimakasih
DAFTAR PUSTAKA
Rahayu
,iin tri. Psikoterapi Perspektif Islam
dan Psikologi Kontemporer,Malang: UIN Malang Press(IKAPI),cet 1,2009
Batsama,Hanna
djumhana” intregasi spikologi dengan
islam” Jogjakarta: Pustaka Belajar dengan Yayasan Insan Kamil, 2005
Taufiq,
Muhammad izzuddin ”panduan lengkap dan
praktis psikologi islam”(Jakatra : Gema Insani cet 1, 2006
Jumantoro
totok, psikologi dakwah,dengan aspek
kejiwaan yang qurani, wonosobo: Amzah, 2001
Faizah
dan effendi, lalumukhlisin, “psikologi dakwah” Jakarta: kencana, 2006
Nasori,
fuad, potensi-potensi manusia seri psikologi islam, Yogyakarta : pustaka
pelajar, cet 1, 2003.
Rediefwisnu,”psikologi
perkembangan menurut islam”. http;rediefwisnu.blogspot.com, 30 mei 2013
[1]
Totok jumantoro ,psikologi dakwah”dengan
aspek kejiwaan yang qurani “ wonosobo: amzah, 2001, hlm. 20-21
[2]
Hanna djumhana bastaman “ integrasi psikologi dengan islam menuju
aktualisasi psikologi islam”, Yogyakarta:pustaka pelajar, 2005
[3] Fuad
nashori “potensi-potensi manusia(seri psikologi islam)”, Yogyakarta :
pustaka pelajar, 2005 cet 1 hlm. 55-64
[4] Faizah
dan h. lalu mukhlisin effendi, spikiligo dakwah” Jakarta: kencana, 2006
hlm60-62
[5]Taufiq,
Muhammad izzuddin ”panduan lengkap dan
praktis psikologi islam”(Jakatra : Gema Insani cet 1, 2006 hlm 188-189
[6]
Fuad nashori “potensi-potensi manusia(seri psikologi islam)”, Yogyakarta :
pustaka pelajar, 2005 cet 1 hlm.114-121
[7]
Muhammad izzuddin taufiq”panduan lengkap dan praktis psikologi islam”(Jakatra
: Gema Insani cet 1, 2006)hlm.166-188
[8]
Iin tri rahayu,”psikoterapi perspektif
kontemporer “(Malang: uin malang press,cet 1 2009 )hlm.12-13
[9]
Faizah dan h. lalu mukhlisin effendi, spikiligo dakwah” Jakarta:
kencana, 2006 hlm 52-53
[10]
Ibid faizah 70
[11]
Rediefwisnu,”psikologi perkembangan menurut islam”. http;
rediefwisnu.blogspot.com, 30 mei 2013